Buserpolkrim
Desa merupakan miniatur dari pemerintahan otonomi di negeri ini, oleh karenanya Kuwu ( kepala Desa ) bersama perangkatnya memiliki tugas untuk membina dan meningkatkan perekonomian desa sehingga dapat dicapai yakni kata sejahtera.
Dan untuk mencapai kesejahteraan pemerintah pusat pada tahun ini telah menggelontorkan anggaran Dana Desa sebesar 71 Triliun , 69 triliun untuk dana desa reguler , sementara 2 triliun untuk insentif/ tambahan Dana Desa atas kinerja tahun berjalan, lagi lagi demi
kesejahteraan warga
pedesaan.
Namun hal itu nampaknya hanyalah isapan jempol belaka, maaf tidak perlu disebutkan nama kabupatennya namun dari hasil investigasi di lapangan per 7 Oktober 2024 ternyata 50 persen desa belum membuat Surat Pertanggung Jawaban ( SPJ ) salah satu penyebabnya adalah tidak dibarengi dengan penguatan sistem monitoring dan evaluasi yang memadai serta tidak diimbangi peningkatan kapasitas SDM perangkat desa selaku pengelola dana desa.
Walaupun kita semua tentunya tahu tidak semua SDM perangkat desa rendah namun tingkat kepatuhan menjadi problema yang paling mendasar dalam mengedepankan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, tranfaran, profesional ,efektif dan efesien ,bersih serta bebas dari KKN sebagai mana amanat undang undang desa no 6 tahun 2024 pasal 26 ayat 4 huruf ( f ) kendati demikian tetep saja yang namanya korupsi maupun penyimpangan dana desa itu kerap terjadi, adapun modusnya sendiri bermacam macam terpantau diduga ada sekitar kurang lebih 12 item diantaranya
1.membuat anggaran biaya diatas harga pasaran
2. Mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa padahal proyek tersebut berasal bersumber dari sumber lain.
3. Meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan dan itu biasanya kerap dilakukan oleh oknum kepala desa .
Yang ke.
4. biasanya ada semacam pungutan atau pemotongan dana desa yang dilakukan oleh pihak kecamatan maupun dinas terkait. adapun untuk yang ke
5 yaitu biasanya ada oknum kepala desa dan jajarannya membuat perjalanan dinas fiktif.
6. penggelembungan (Mark Up ) honorarium perangkat desa.
7. penggelembungan ( Mark Up ) belanja alat tulis kantor ( ATK )
8. kemudian saat memungut pajak atau retrebusi desa namun hasil pungutan tersebut kadang tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak itu juga tidak dilakukan semua kepala desa.Yang ke sembilan
9. agak unik pernah mendengar bahkan sering terjadi terkait pembelian inventaris kantor padahal pembayarannya menggunakan dana desa walau tidak semuanya namun ada kepala desa ketika berakhirnya masa jabatan semua inventaris diboyong alias diperuntukan secara pribadi.
10. Pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk kepentingan perangkat desa.
11. Yang ini juga sering terjadi yakni melakukan permainan kongkalikong dalam proyek yang didanai dari dana desa
Yang lebih ngeri lagi di poin ke
12. biasanya kepala desa membuat kegiatan atau proyek fiktif yang anggarannya dibebankan dari dana desa.
Untuk meminimalisir dugaan korupsi ataupun penyelewengan dana desa tentunya sangat diperlukan peran serta masyarakat misalnya meningkatkan pengawasan, meningkatkan sumber daya manusia meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan dan pertanggungjawaban desa, meningkatkan akuntabilitas, transparansi serta evaluasi dan perbaikan.
Yang harus dan wajib kita waspadai saat ini sedang ramai dengan hiruk pikuk pemilihan kepala daerah ( Pilkada ) tentunya tidak menutup kemungkinan resiko penyalahgunakan dana desa bisa terjadi, misalnya saja digunakan untuk alat politik diantaranya sarana kampanye bahkan tidak menutup kemungkinan dana desa dijadikan sebagai alat memaksakan pilihan, biasanya jauh-jauh hari sudah ada semacam doktrinisasi dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, oleh karena itu agar warga desa sejahtera tentu tidak ada alasan untuk tidak dikawal jik tidak mau jatuh dalam jurang terjal.
( Moh Kozim )
0 comments:
Posting Komentar
Hanya pesan membangun