Indramayu – Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak proyek strategis nasional, Jurnalis Rakyat Indramayu menggelar acara open mic dan diskusi publik bertema "PLTU Indramayu: Ruang Aman atau Ancaman untuk Perempuan?" Kegiatan ini berlangsung di Aula Pesantren Miftahul Huda, Segeran Kidul, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, dan dihadiri sekitar 20 peserta dari berbagai kalangan.
Acara dibuka oleh Mistara (42), perwakilan dari Jaringan Tanpa Asap Batubara Indramayu (JATAYU), yang menceritakan dampak negatif PLTU terhadap nelayan udang rebon. "Sebelum adanya PLTU, nelayan bisa menangkap hingga 1,5 kwintal udang per bulan. Kini, tangkapan kami menurun drastis menjadi kurang dari 20 kilogram," ungkapnya.
Diskusi ini juga menampilkan Zahra Amin, aktivis perempuan dari Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), yang menekankan pentingnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan terkait lingkungan. "Perempuan adalah kelompok yang paling rentan terdampak proyek pembangunan," tegasnya.
Ahmad Sayid Mukhlisin, aktivis lingkungan dan pengamat proyek PLTU Sumuradem, menambahkan, "Dampak PLTU tidak hanya dirasakan oleh perempuan, tetapi seluruh masyarakat. Proyek yang disebut sebagai Proyek Strategis Nasional ini seharusnya mempertimbangkan semua pihak."
Roihatul Jannah (27), Jurnalis Rakyat Indramayu, mengapresiasi acara ini, "Kegiatan semacam ini sangat penting. Banyak orang belum memahami dampak PLTU. Kami perlu melibatkan lebih banyak orang untuk menyadarkan masyarakat akan isu ini, terutama perempuan yang harus dilindungi dari efek proyek pembangunan."
Acara yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalistik Independen (AJI), Tempowitness, dan Wadon Dermayu Menulis ini diakhiri dengan diskusi kelompok untuk merumuskan langkah tindak lanjut pasca acara. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam menyuarakan kepentingan masyarakat terdampak oleh proyek PLTU di Indramayu. (Wira Hadiyono)
0 comments:
Posting Komentar
Hanya pesan membangun